Sejarah, wilayah,Struktur dan Runtuhnya Kerajaan Pagaruyung
1. Sejarah Awal Berdirinya Kerajaan Pagaruyung
Tiga Faktor yang melatar
belakangi berdirinya Kerajaan Pagaruyung yakni Kerajaan Damasraya.Ekspedisi
Pamalayu, dan Adityawarman.
Kerajaan Pagaruyung merupakan kelanjutan dari
Kerajaan Damasraya.Sebelumnya, Kerajaan Damasraya merupakan Kerajaan terbesar
dan terkuat di Sumatera.Hal inilah yang mengundang Raja Kertanegara untuk
mengadakan hubungan persahabatan ke Kerajaan Darmasraya yang dimulai dengan
ekspedisi yang dilakukan Kerajaan Singasari ke Darmasraya atau Ekspedisi
Pamalayu.
Dalam sejarahnya, pada tahun 1286 Raja Kertanegara menghadirkan Arca Amoghapasa untuk Kerajaan Dharmasraya.Kemudian,Raja Darmasraya kemudian membalasnya dengan mengirimkan kedua putri kerajaan untuk dipersunting oleh Raja Singasari.Mereka adalah Dara Petak dan Dara Jingga.Saat dalam perjalanan ke Jawa, di Kerajaan Singasari terjadi kekacauan politik yang mnyebabkan runtuhnya Kerjaan Singasari sehingga digantikan oleh Kerajaan Majapahit.
Kemudian, Raden Wijaya Raja
Majapahit yang pertama menikahi Dara Petak, sedangkan Dara Jingga
dikawinkan dengan salah satu petinggi istana Majapahit Adwayawarman dan
dari pernikahan tersebut lahirlah Adityawarman, seperti yang terpahat
pada Prasasti Kuburajo dan Pararaton.
Adityawarman merupakan salah seorang panglima perang Kerajaan Majapahit. Suatu ketika, ia dikirim ke Dharmasraya kemudian ia dinobatkan sebagai raja. Kemudian ia memindahkan pusat kekuasaannya ke Negara Pagaruyung di Luhak Tanah Datar dan mendirikan Kerajaan Pagaruyung.
Adityawarman merupakan salah seorang panglima perang Kerajaan Majapahit. Suatu ketika, ia dikirim ke Dharmasraya kemudian ia dinobatkan sebagai raja. Kemudian ia memindahkan pusat kekuasaannya ke Negara Pagaruyung di Luhak Tanah Datar dan mendirikan Kerajaan Pagaruyung.
` Pemindahan ini dilakukan untuk memperkuat kebijakan dan melepaskan hubungan dengan Majapahit. Sebelumnya kerajaan ini tergabung dalam Malayapura, sebuah kerajaan yang pada Prasasti Amoghapasa disebutkan dipimpin oleh Adityawarman, Termasuk pula di dalam Malayapura adalah Kerajaan Dharmasraya dan beberapa kerajaan lain taklukan Adityawarman lainnya.
2. Wilayah
Kekuasaan
Wilayah pengaruh politik Pagaruyung
dapat dilacak dari pernyataan berbahasa Minang ini: dari Sikilang Aia Bangih
hingga Taratak Aia Hitam.Dari Durian Ditakuak Rajo hingga Sialang Balantak
Basi. Sikilang Aia Bangih adalah batas utara, sekarang di daerah Pasaman Barat,
berbatasan dengan Natal, Sumatera Utara. Taratak Aia Hitam adalah daerah
Bengkulu. Durian Ditakuak Rajo adalah wilayah di Kabupaten Bungo, Jambi. Yang
terakhir, Sialang Balantak Basi adalah wilayah di Rantau Barangin, Kabupaten
Kampar, Riau sekarang.
3. Struktur
Pemerintahan
Kerajaan Pagaruyung membawahi lebih dari 500 nagari yang
merupakan satuan wilayah otonom. Nagari-nagari ini merupakan dasar kerajaan,
dan mempunyai kewenangan yang luas dalam memerintah. Misalnya nagari punya
kekayaan sendiri dan memiliki pengadilan adat sendiri. Beberapa buah nagari
terkadang membentuk persekutuan. Misalnya Bandar X adalah persekutuan sepuluh nagari
di selatan Padang. Kepala persekutuan ini diambil dari kaum penghulu, dan
sering diberi gelar raja. Raja kecil ini bertindak sebagai wakil Raja
Pagaruyung. Di daerah darek umumnya nagari-nagari ini diperintah oleh para
penghulu, yang mengepalai masing-masing suku yang berdiam dalam nagari
tersebut. Penghulu dipilih oleh anggota suku, dan warga nagari mengendalikan
pemerintahan melalui para penghulu mereka. Keputusan pemerintahan diambil
melalui kesepakatan para penghulu, setelah dimusyawarahkan terlebih dahulu.
Di
daerah rantau seperti di Pasaman kekuasaan penghulu ini sering berpindah kepada
rajaraja kecil, yang memerintah turun temurun. Di Inderapura raja mengambil
gelar sultan. Raja Pagaruyung mengendalikan secara langsung daerah rantau. Ia
boleh membuat peraturan dan memungut pajak di sana. Daerah-daerah rantau ini
adalah Pasaman, Kampar, Rokan, Indragiri dan Batanghari. Di daerah inti
Kerajaan Pagaruyung (di Luhak Nan Tigo) meskipun tetap dihormati ia hanya
bertindak sebagai penengah. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya Raja Pagaruyung
dibantu oleh dua orang raja lain, Raja Adat yang berkedudukan di Buo, dan Raja
Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus. Raja Adat memutuskan masalah-masalah
adat sedangkan Raja Ibadat mengurus masalah-masalah agama. Bila ada masalah
yang tidak selesai barulah dibawa ke Raja Pagaruyung yang disebut sebagai Raja
Alam. Selain kedua raja tadi Raja Alam dibantu pula oleh Basa Ampek Balai,
artinya orang besar yang berempat. Mereka adalah:
1.
Bandaro (bendahara) atau Tuanku
Titah yang berkedudukan di Sungai Tarab. Kedudukannya hampir sama seperti
Perdana Menteri. Bendahara ini dapat dibandingkan dengan jabatan bernama sama
di Kesultanan Melaka
2.
Makhudum yang berkedudukan di
Sumanik. Bertugas memelihara hubungan dengan rantau dan kerajaan lain.
3.
Indomo yang berkedudukan di Saruaso.
Bertugas memelihara adat-istiadat
4.
Tuan Kadi berkedudukan di Padang
Ganting. Bertugas menjaga syariah agama
Tuan Gadang di Batipuh tidak
termasuk dalam Basa Ampek Balai, namun derajatnya sama. Tuan Gadang bertugas
sebagai panglima angkatan perang. Sebagai aparat pemerintah masing-masing Basa
Ampek Balai punya daerah-daerah tertentu di mana mereka berhak menagih upeti
sekedarnya. Daerah-daerah ini disebut rantau masingmasing. Bandaro memiliki
rantau di Bandar X, rantau Tuan Kadi adalah di VII Koto dekat Sijunjung, Indomo
punya rantau di bagian utara Padang sedangkan Makhudum punya rantau di
Semenanjung Melayu, di daerah pemukiman orang Minangkabau di sana.
4. PENGARUH
ISTANA KERAJAAN PAGARUYUNG TERHADAP SUMATRA BARAT
Istana Basa Pagaruyung merupakan replika bagunan dari
Kerajaan Pagaruyung pada masa silam.Objek wisata terletak di Negeri
Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas Kabupaten Tanah Datar, pada saat ini
dijadikan objek wisata unggulan di Kabupaten Tanah Datar.
Pembangunan Istana
Pagaruyung merupakan kebijakan strategi harga diri Minagkabau yang dicetuskan
oleh Harun Zein Gubernur Sumatra Barat dalam sebuah rapat Rakyat Gotong Royong
( DPRD – GR ) tahun 1968. Untuk mensukseskan kegiatan ini Harun Zein menumui
pihak keluarga Silinding Bulan membahas tentang pembangunan Istana Basa Pagaruyung.Pada tanggal
1 November 1975 disepakati sebuah pembangunan replika Istana Basa Kerajaan
Pagaruyung antara pihak keluarga Silinding Bulan dengan pemerintah dengan
diketahui oleh niniak mamak.Secara rill pembangunan Istana Pagaruyung dimulai
pada tahun 1977 dan baru selesai pada tahun 1985.Istana Basa Pagaruyung
dijadikan icon Sumtra Barat dan museum terbuka.Untuk pengelolaan
Istana Basa Pagaruyung berda di bawah naungan Dinas kebudayaan, Pariwisata,
Pemuda dan Olahraga tetapi pengelolaan karcis di kontrakan kepada pihak ketiga
yaitu Alm.Pian.Obejk wisata ini mempunyai kontribusi pendapatan asli
daerah, namun secara nominal bahwa kontribusi tersebut masih kecil.
Pada hari selasa tanggal 27 februari
2007 sekitar puku 19:00 WIB Istana Basa Pagaruyung kebakran yang disebabkan
oleh sambaran petir.Api dengan mudah membakar bangunan istana karena
terbuat dari material yang mudah terbakar seperti kayu, dan atapnya dari ijuk.
Bagunan istna habis terbakar kecuali tiang utama.Sedangkan barang yang terdapat
didalamnya dapat di selamatkan dan di titipkan di balai pelestarian Cagar
Budaya Provinsi Sumatra Barat.Setelah insiden kebakaran tersebut masyarakat
Minangkabau bersama Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat bertekad membangun
kembali Istana Basa Pagaruyung yang merupakan kebanggan dari orang Minang.
Pada tanggal 16 Maret 2007 beberapa pemuka
masyarakat di tingkat nasional, perantau, Gubernur Sumatera Barat bersama
beberapa orang pejabat di tingkat Provinsi dan Bupati Tanah Datar melakukan
pertemuan dengan Wakil Presiden Indonesia Bapak Yusuf Kalla yang didampingi
oleh Ibu Mufida Yusuf Kalla yang menghasilkan suatu komitmen bahwa Istana Basa
Pagaruyung yang terbakar harus dibangun kembali. Anggaran dana pembangunan
Istana Basa Pagaruyung sesuai dengan Surat Badan Sama Kabupaten Seluruh
Indonesia dan Rapat Kepala Daerah se-Sumatera Barat, Nomor 011/BKK-Wil-SB/2007
tanggal 16 April 2007 dengan isi setiap Bupati/Walikota memberikan sumbangan
pada Panitia Pembangunan kembali Istana Basa Pagaruyung sebesar Rp. 250 juta
yang diprogramkan melalui APBD masing-masing anggaran 2008. Selain itu, 96
sumbangan dana juga diterima dari masyarakat Sumatera Barat, orang lain dan
perantau Minang.
Sebelum Istana
dibangun kembali, pihak pemerintah membuat perjanjian kembali dengan ahli waris
keluarga Kerajaan Pagaruyung dengan Gubernur Sumatera Barat yang diketahui oleh
Kepala Daerah dan ninik mamak yang isinya kedua pihak sepakat memperbaharui
perjanjian pemberian hak pakai tanggal 1 November 1975. Setelah perjanjian
selesai disepakati Istana Basa Pagaruyung dibangun kembali. Pembangunan Istana
dimulai tanggal 8 Juli 2007 dengan prosesi adat batagak tonggak tuo yang
dihadiri oleh bapak Yusuf Kalla.Pada tanggal 30 Oktober 2013 Istana
Basa Pagaruyung kembali dibuka untuk umum setelah diresmikan oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. Pengelolaan diserahkan kepada Unit Pengelola Teknis
Istana Basa Pagaruyung dan Objek Wisata di bawah naungan Dinas Pariwisata,
Pemuda dan Olahraga Tanah Datar. Pendapatan asli daerah yang diterima dari
objek wisata ini merupakan yang tertinggi diperoleh oleh pemerintah Tanah Datar
dibandingkan dari objek wisata lainnya, dan juga keberadaan dari objek wisata
ini dimanfaatkan oleh masyarakat Pagaruyung untuk mencari nafkah dengan membuka
usaha pekerjaan seperti, Usaha dagang, penyewaan baju adat, jasa badut, kuda
tunggang, wahana permainan motor dan mobil-mobilan, juru foto, dan odong-odong.
Pengelolaan Istana Basa Pagaruyung
dari 1995 sampai 2007 sangat berbeda sekali dengan pengelolaannya pada tahun
2012 sampai 2016, ini dibuktikan dengan pengurus pengelolaan obyek wisata yang
berubah. Bangunan penunjang juga sangat jauh berbeda, bangunan penunjang
sebelum 2007 sangatlah 97 sedikit, sedangkan tahun 2016 telah banyak dibangun
bangunan penunjang untuk menunjang obyek wisata Istana Basa Pagaruyung
bertujuan untuk menarik minat wisatawan untuk datang berkunjung.
5.
Runtuhnya Kerajaan
Pagaruyung
Kekuasaan raja
Pagaruyung sudah sangat lemah pada saat-saat menjelang perang Padri, meskipun
raja masih tetap dihormati. Daerah-daerah di pesisir barat jatuh ke dalam
pengaruh Aceh,
sedangkan Inderapura di pesisir selatan praktis menjadi
kerajaan merdeka meskipun resminya masih tunduk pada raja Pagaruyung.
Pada awal abad ke-19
pecah konflik antara Kaum Padri dan Kaum Adat.
Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara mereka. Seiring itu
dibeberapa negeri dalam kerajaan Pagaruyung bergejolak, dan puncaknya Kaum
Padri dibawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerang Pagaruyung pada tahun
1815. Sultan Arifin Muningsyah terpaksa
menyingkir dan melarikan diri dari ibu kota kerajaan ke Lubuk Jambi.
Karena terdesak oleh
Kaum Padri, keluarga kerajaan Pagaruyung meminta bantuan kepada Belanda,
dan sebelumnya mereka telah melakukan diplomasi dengan Inggris sewaktu
Raffles mengunjungi Pagaruyung serta menjanjikan bantuan kepada
mereka. Pada tanggal 10 Februari 1821Sultan Tangkal Alam Bagagarsyah, yaitu
kemenakan dari Sultan Arifin Muningsyah yang berada di Padang,
beserta 19 orang pemuka adat lainnya menandatangani perjanjian dengan Belanda
untuk bekerjasama dalam melawan Kaum Padri. Walaupun sebetulnya Sultan Tangkal
Alam Bagagar waktu itu dianggap tidak berhak membuat perjanjian dengan
mengatasnamakan kerajaan Pagaruyung. Akibat dari perjanjian ini, Belanda
menjadikannya sebagai tanda penyerahan kerajaan Pagaruyung kepada pemerintah
Belanda. Kemudian setelah Belanda berhasil merebut Pagaruyung dari Kaum
Padri, pada tahun 1824 atas permintaan Letnan Kolonel Raaff, Yang Dipertuan
Pagaruyung Raja Alam Muningsyah kembali ke Pagaruyung, namun pada tahun 1825
Sultan Arifin Muningsyah, raja terakhir di Minangkabau ini, wafat dan kemudian
dimakamkan di Pagaruyung.
Sementara Sultan Tangkal
Alam Bagagarsyah pada sisi lain ingin diakui sebagai Raja Pagaruyung,
namun pemerintah Hindia-Belanda dari awal telah membatasi kewenangannya
dan hanya mengangkatnya sebagaiRegent Tanah Datar Kemungkinan
karena kebijakan tersebut menimbulkan dorongan pada Sultan Tangkal Alam Bagagar
untuk mulai memikirkan bagaimana mengusir Belanda dari negerinya.
Setelah
menyelesaikan Perang Diponegoro di Jawa, Belanda kemudian
berusaha menaklukkan Kaum Padri dengan kiriman tentara dari Jawa, Madura, Bugis dan Ambon. Namun ambisi
kolonial Belanda tampaknya membuat kaum adat dan Kaum Padri berusaha melupakan
perbedaan mereka dan bersekutu secara rahasia untuk mengusir Belanda. Pada
tanggal 2 Mei 1833 Sultan Tangkal
Alam Bagagar ditangkap oleh Letnan Kolonel Elout di Batusangkar atas tuduhan
pengkhianatan. Ia dibuang ke Batavia (Jakarta sekarang)
sampai akhir hayatnya, dan dimakamkan di pekuburan Mangga Dua.
Setelah kejatuhannya,
pengaruh dan prestise kerajaan Pagaruyung tetap tinggi terutama pada kalangan
masyarakat Minangkabau yang berada di rantau. Salah satu ahli waris kerajaan
Pagaruyung diundang untuk menjadi penguasa di Kuantan. Begitu juga sewaktu
Raffles masih bertugas di Semenanjung Malaya, dia berjumpa dengan kerabat
Pagaruyung yang berada di Negeri Sembilan,
dan Raffles bermaksud mengangkat Yang Dipertuan Ali Alamsyah yang dianggapnya
masih keturunan langsung raja Minangkabau sebagai raja di bawah
perlindungan Inggris.
Sementara setelah
berakhirnya Perang Padri, Tuan Gadang di Batipuh meminta pemerintah Hindia-Belanda
untuk memberikan kedudukan yang lebih tinggi dari pada sekadar Regent Tanah
Datar yang dipegangnya setelah menggantikan Sultan Tangkal Alam Bagagar, namun
permintaan ini ditolak oleh Belanda, hal ini nantinya termasuk salah satu
pendorong pecahnya pemberontakan tahun 1841 di Batipuh selain masalah cultuurstelsel.
Comments
Post a Comment